Iklan merupakan komponen kunci dari teori marketing mix yang dipercaya menjadi faktor paling penting dalam membangun sebuah brand dan image dari sebuah corporate company. Karena itu sangatlah penting untuk sebuah iklan memperhatikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam proses pengiklanan. Hal ini erat kaitannya dengan proses pembuatan iklan yang memakan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang lebih panjang. Debat soal etika di periklanan sudah menjadi pembahasan lama, sudah banyak riset yang dilakukan terkait dengan pembahasan etika periklanan berdasarkan survei yang luas, karena sebuah nilai bisa berubah seiring berjalannya waktu, perbedaan tempat, dan banyak faktor lain, contohnya di Indonesia. Seorang guru dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mendidik dengan adil dan tidak menghiraukan latar belakang muridnya, juga sebagai seorang yang sangat terdidik dan patut ditiru oleh generasi penerus. Hal ini sangat berpengaruh saat akan membuat iklan yang menampilkan seorang guru didalamnya, karena dengan menyelewengkan nilai tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi pelatuk bagi orang -orang yang menghormati nilai tersebut.
Baca Juga : Harus Tahu Ini Sebelum Beriklan di Tiktok!
Contoh kasusnya adalah iklan Hago Indonesia yang menampilkan guru pada tahun 2019 lalu. Dikutip dari Detik.com “Iklan tersebut awalnya memperlihatkan sosok seorang guru yang menghukum salah satu siswa dan ditakuti siswa lain. Kemudian datang seorang siswa yang terlambat. Bukannya marah, guru ini justru mempersilakan siswa yang telat untuk duduk, bahkan membawakan tasnya. Belakangan, ada adegan guru itu bermain game bersama siswa yang telat.” Iklan lengkap dan petisi yang dibuat untuk menanggapi iklan ini bisa dilihat dalam video dari Tempo.co. Hal ini membuat banyak pihak mengajukan protes pada perusahaan game Hago. Salah satunya datang dari IKA Alumni UNJ yang menganggap iklan tersebut melecehkan profesi guru. Kembali dikutip dari Detik.com Ketua Umum IKA UNJ berpendapat: “Melihat iklan Hago yang viral dimedia sosial, Ikatan Alumni UNJ (IKA UNJ) menganggap dan patut menduga iklan tersebut sudah melecehkan profesi guru. Karena sosok guru di video tersebut menunjukkan bukan sosok guru yang dapat digugu dan ditiru,” “ada dua indikasi iklan tersebut melecehkan profesi guru. Pertama, guru di iklan menunjukkan sikap diskriminatif yang sangat bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan. Kedua, guru di iklan tidak menunjukkan sikap yang membangun sikap rajin belajar para siswa, bahkan sebaliknya, mengajarkan untuk asyik bermain game.” “Berdasarkan dua hal pokok di atas, kami pengurus IKA UNJ menyatakan keberatan adanya iklan Hago di media sosial karena dapat merusak citra guru dan membuat peserta didik malas belajar. Kami meminta manajemen Hago atau siapa pun pembuat iklan Hago untuk segera menarik dan menghapus iklan Hago tersebut serta manajemen Hago meminta maaf kepada publik melalui media cetak dan daring,” Dikutip dari https://nasional.kompas.com karena dua alasan tersebut diatas juga Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) meminta lembaga penyiaran, terutama stasiun televisi, untuk menghentikan penayangan iklan aplikasi permainan Hago.
Hal ini sempat menjadi trending topic dan menjadi pembahasan di masyarakat. Karena efeknya tidak hanya mempengaruhi image dari brand Hago sendiri, tapi juga berpengaruh pada pemikiran dan nilai yang ada di generasi muda dan orang-orang yang melihatnya. Dan pembelajaran yang dapat diambil dari kasus ini adalah harus berhati-hati dalam beriklan dan membuat iklan, karena audience dari iklan akan terpengaruh oleh pesan yang disampaikan, sehingga menjadi sangat penting untuk memikirkan pesan iklan yang ingin disampaikan juga yang terpenting tidak melanggar nilai dan etika yang ada. Pihak Hago sendiri sudah melakukan permintaan maaf pada salah satu netizen yang memprotes iklan tersebut di Facebook. Dikutip dari Detik.com manajemen dari Hago memberi pernyataan maaf yang berisi seperti berikut:
PERNYATAAN RESMI BERKAITAN DENGAN KONTEN IKLAN HAGO
Pelajaran Berharga Untuk Melangkah ke Depan
13 Mei 2019
“Kami mendengar Anda, terima kasih untuk masukannya, dan kami meminta maaf. Tidak ada niat dari kami beserta tim untuk menggambarkan suatu profesi dengan tidak sepantasnya. Konten terkait sudah kami hapus dari seluruh kanal resmi kami dan kami akan melakukan evaluasi proses internal sehingga hal tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Ide dari iklan ini adalah menggambarkan bahwa bermain game dapat membantu semua orang, dari berbagai latar belakang untuk membangun hubungan dan interaksi sosial yang menyenangkan. Kami sadar, pesan ini tidak tersampaikan secara baik. Seiring dengan berkembangnya perusahaan, ada kalanya kami melakukan kesalahan dan kami akan belajar dari pengalaman tersebut. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait, terutama masukan dari publik, yang membantu kami untuk terus belajar menjadi lebih baik guna mampu memberikan pengalaman terbaik kepada pengguna.”
Cyra Capanzana, Hago Business Development Director for SEA
Hal tersebut menjadi pengantar dasar untuk membuka pembahasan mengenai etika dalam perikalanan, khususnya di Indonesia. Etika periklanan di Indonesia sudah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Versi yang terbaru ialah amandemen 2020. Sebagai salah satu peraturan penting, etika periklanan berkaitan dengan kewajaran nilai serta kejujuran dalam sebuah iklan. Oleh sebab itu, para pekerja atau pemasang iklan hendaknya menghormati dan menerapkan etika tersebut.
Apa itu Etika Periklanan?
Secara umum, etika periklanan bisa diartikan sebagai kumpulan ketentuan normatif yang berkaitan dengan profesi serta usaha di bidang periklanan yang telah disepakati bersama, dan hendaknya diterapkan dalam menjalankan usaha periklanan. Dikutip dari Buku Ajar Pengantar Periklanan (2020) karya Finnah Fourqoniah dan Muhammad Fikry Aransyah, etika periklanan adalah perilaku yang benar atau baik dalam menjalankan fungsi periklanan. Etika berbeda dengan hukum. Karena etika lebih mengarah pada kode etik yang dibuat oleh suatu organisasi tertentu, dan harus diikuti oleh individu atau kelompok yang tergabung di dalamnya.
Fungsi dan Tujuan Etika Periklanan
Menurut Yuni Mogot Prahoro dalam buku Manajemen Surat Kabar: Paduan Ilmu, Pengetahuan, Seni, Nurani, dan Intuisi (2021), iklan tidak bisa dipisahkan dari etika, karena iklan harus menyatakan kebenaran dan kejujuran. Dalam penerapannya, etika periklanan tidak membenarkan sebuah kebohongan, karena tujuan utama iklan ialah sebagai media informasi. Maka dari itu, diperlukan kontrol ketat untuk menghindari iklan yang tidak sesuai dengan nilai etika dan moral. Inilah yang menjadi salah satu fungsi utama etika periklanan.
Etika Periklanan di Indonesia
Etika periklanan di Indonesia diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), versi terbaru amandemen 2020, yang diterbitkan oleh Dewan Periklanan Indonesia. Etika Pariwara Indonesia disusun untuk mengatur sikap dan cara berperilaku para pengusaha periklanan, terutama organisasi yang tergabung dalam Asosiasi Anggota Dewan Periklanan Indonesia. Melansir dari buku Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan (2020) karya Marlynda Happy Nurmalita Sari, dkk, pedoman EPI diharapkan mampu menciptakan iklim berprofesi dan berusaha yang adil, kondusif, inovatif, serta dinamis bagi pertumbuhan industri periklanan. Pedoman EPI ini juga menjadi rujukan dalam segala upaya penegakan perilaku atau peraturan yang berkaitan dengan periklanan, baik secara internal maupun eksternal.
Pengertian Periklanan
Menurut Para Ahli Gambaran isi Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020 Dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020 dijelaskan sejumlah poin mengenai periklanan. Berikut penjelasan singkatnya: Definisi iklan, iklan korporat, iklan layanan masyarakat, iklan produk pangan, iklan nirkomesial, iklan komersial, iklan spot, iklan televisi waktu-blokiran, dan lain sebagainya. Definisi tentang segala hal yang berkaitan dengan periklanan, seperti fotografer, anak, balita, bayi, konsumen, khalayak, media, lembaga penegak etika, dan lain- lain. Tata krama terkait isi iklan, bahasa, tanda asteris, pencantuman harga, garansi, janji pengembalian uang, agama serta budaya, rasa takut dan takhayul, kekerasan, dan seterusnya. Pembagian ragam iklan, antara lain minuman keras, rokok dan produk tembakau, obat- obatan, produk pangan, vitamin, mineral, dan suplemen, produk peningkat kemampuan seks, kosmetika serta produk perawatan tubuh, dan lain sebagainya. Kriteria pemeran iklan yang mencakup anak-anak, perempuan, jender, pejabat negara, tokoh agama, anumerta, pemeran sebagai duta merek (brand ambassador), orang dengan kebutuhan khusus (difabel), tenaga profesional, pemeran yang mirip tokoh nasional atau internasional, pemeran lainnya, hewan, serta tokoh animasi. Ketentuan wahana iklan, yakni media cetak, elektronik, radio, bioskop, media luar-griya, media daring, layanan pesan singkat, promosi penjualan, pemasaran atau penjualan langsung, perusahaan basis data, penajaan (sponsorship), gelar wicara (talk show), periklanan informatif, pemaduan produk, penggunaan data riset, subliminal, dan subvertensi (subvertising).
Di Metamorphosys, kami membantu perusahaan atau brand untuk membuat konten dan materi iklan yang dikemas dengan cara yang baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah profesi dari instansi atau lembaga perikalanan yang mengatur perundang-undangan tersebut. Kami siap menjadi rekan yang dapat membantu perusahaan atau brand Anda bertumbuh dengan garansi #PastiTumbuhMaksimal dari kami. Hubungi marketing kami untuk mendapatkan penawaran menarik segera.
0 Comments